Followers

Blog Archive

Total Tayangan Halaman

Sabtu, 14 Agustus 2010

MEMANUSIAKAN MANUSIA

Pendahuluan

Manusia adalah makhluq ciptaan Allah SWT yang terdiri dari unsur zahir (jasad) dan unsur gaib (ruh/jiwa). Paduan unsur bumi (jasad yang berasal dari tanah) dan langit (ruh) ini menghasilkan satu makhluq yang khas (32:7-10). Manusia memiliki karakteristik yang rumit dan kompleks, dimana didalamnya tergabung unsur kebaikan dan keburukan. Ia dapat meninggi melebihi para Malaikat, namun iapun dapat terjungkal ke jurang kehinaan melebihi binatang.
Karena karakteristiknya yang khas, manusia sulit dimengerti dan dikenali secara utuh, kecuali oleh sang penciptanya sendiri. Banyak ilmuwan yang gagal memahami perilaku dan sifat khas manusia tersebut. Alexis Carrel, penulis buku The Misterious Man mengakui betapa banyak hal yang tidak diketahui tentang manusia, baik yang zahir maupun yang gaib. Ia memaparkan betapa manusia hingga kini masih sulit menghubungkan teori kedokteran dengan fenomena mimpi. Para ahli hingga kinipun belum mampu mengurai zat-zat apa yang menyusun gen hingga dapat membawa sedemikian banyak sifat dan karakter orang tua pada anaknya.
Sebagian manusia ada yang meraba-raba sifat khas ini, lalu lahirlah berbagai teori tentang manusia. Darwin dengan teori evolusinya (1809-1882) mengatakan bahwa manusia adalah bentuk akhir daripada evolusi hayat, sedang binatang bersel satu sebagai awal evolusi. Dengan demikian Darwin telah menempatkan manusia dalam alam binatang, yang berarti baik akal budi, kesadaran moral maupun agamanya merupakan hasil perkembangan evolusioner.
Freud dengan teori Psikoanalis-nya menganggap kehadiran manusia di bumi sebatas pada upaya memuaskan nafsu seksualitasnya. Ia berpendapat semua masalah yang menghiasi dan muncul ke permukaan disebabkan terkekangnya nafsu seksual oleh norma dan aturan yang dibuat manusia dan agama.
Marx (1844) mengangkat bendera sosialisme sebagai wujud dari keyakinan bahwa manusia hanya akan bahagia dengan menguasai alat produksi. Sementara kelompok yang lain mengangkat bendera spiritualisme yang menolak dunia. Mereka berkeyakinan, sumber segala keruwetan hidup berpangkal pada kecintaan dunia. Sehingga mereka menafikan pernikahan, keluarga, mencari nafkah dan bentuk-bentuk aktifitas yang berhubungan dengan duniawi.
Hasil dari rabaan yang tidak tuntas itu malah membuat manusia makin masuk ke dalam jurang gelap yang mengungkungnya dari cahaya hidayah. Masing-masing kelompok yang mengikuti teori rabaan tersebut kian jauh dari fitrahnya yang hanif. Sehingga lahirlah generasi sesat yang mewarnai kehidupan dengan segala kerusakannya.
Tentu saja hanya Islam yang berhasil menyingkap hakekat kemanusiaan manusia secara utuh dan benar. Untuk itu pembahasan di bawah ini akan mencoba mengungkapkan tentang hakekat keberadaan manusia tersebut, termasuk misi yang diembannya di dunia.


HAKEKAT MANUSIA

Ta'rif / definisi manusia adalah makhluq yang terdiri dari ruh dan jasad yang dimuliakan dengan tugas ibadah dan berkedudukan sebagai kholifah serta pemimpin di bumi.
1. Manusia Sebagai Makhluq Allah SWT
Sebagai makhluq , manusia secara fithrah memiliki beberapa kelemahan yang memang manusiawi. Seperti, manusia adalah makhluq yang lemah (dhoif), baik fisik maupun batin (4:28). Disamping itu manusia memang diciptakan dalam keadaan bersusah payah (90:4);juga manusia bersifat zalim dan bodoh/jahil (33:72), sehingga dalam hadist Rasul, digambarkan sebagai tempat salah dan lupa. Apalagi jika dibandingkan dengan ke-Maha Tahu-an dan Ilmu Allah , maka ilmu manusia hanyalah setetes air dibanding seluruh samudra.
Sebagai Pencipta dan Pemilik seluruh alam semesta (termasuk manusia) tentu saja Allah Maha Kaya, sedang manusia amatlah faqir dan senantiasa tergantung pada rahmat dan pertolongan Allah. Sayangnya manusia juga punya sifat suka membantah (18:54), disamping berkeluh kesah (jazu'a) dan kikir (Manu'a). Ketika menerima nikmat jarang bersyukur, sedang ketika datang bala (cobaan) amat mudah berkeluh kesah (70:19-21).
Di ayat Al Qur'an yang lain Allah mengomentari sifat manusia yang sering berbuat tergesa-gesa ('ajula) hingga banyak memutuskan sesuatu tanpa pertimbangan yang matang (17:11 dan 21:37). Juga manusia sering ingkar kepada Rabbnya (100:6).
Kelemahan-kelemahan di atas tidak seharusnya menjadikan manusia berputus asa dan menyerah pada keinginan hawa nafsunya. Dalam hal ini, segalanya tergantung kepada manusia itu sendiri. Jika ia memanfaatkan potensi dirinya untuk kebaikan, maka dia akan menjadi manusia yang baik dan selamat. Sebaliknya bila sifat negatif ini yang terus diikuti , niscaya ia jatuh ke dalam jurang kehinaan dan kenistaan.

2. Keistimewaan ManusiaDiantara makhluq ciptaan Allah yang sekian banyak jumlahnya , manusia adalah makhluq yang terbebani dengan tugas dan beban yang amat berat , dimana tak satupun makhluq lain yang sanggup mendapatkan amanah seberat itu. Agar ia mampu mengemban amanah tersebut , manusia dikaruniai beberapa kelebihan dibanding makhluq Allah yang lain, dalam berbagai segi.
Dari segi penciptaannya, manusia adalah sebaik-baik penciptaan/ahsanuttaqwim (95:4). Misalnya ; organ tubuh manusia dibandingkan makhluq yang lain semua serba lebih sempurna kreasinya. Apalagi dalam proses penciptaannya telah ditiupkan ruh (32 : 7-10) yang menandai dominasi unsur samawi / langit pada diri manusia yang mengangkatnya ke derajat yang yang tinggi. Juga manusia adalah satu-satunya makhluq yang bisa menyerap ilmu dan mengembangkannya. Allah yang Maha Berilmu telah menetapkan dan mengajarkan ilmu-ilmu khusus kepada manusia (2:31 / 96:50).
Keistimewaan yang lain adalah kemampuan manusia berbicara dengan berbagai macam bahasa dan sarana , termasuk menirukan bunyi-bunyian alam dan binatang (55:1-4). Allah juga telah mengaruniakan lidah dan dua bibir agar manusia bisa berbicara (90:8-9).
Diantara makhluq-Nya yang lain , Allahpun memberikan kedudukan yang tinggi kepada manusia , yaitu sebagai pemimpin, sehingga manusia bisa memanfaatkan alam semesta ini untuk keperluan hidupnya (2:29 / 31:20). Segala yang ada di alam ini telah disediakan untuk kepentingan manusia, karena memang manusialah yang bertugas memakmurkan bumi (11:61). Untuk itu manusia dibekali kemampuan akal, dengannya dapat berfikir, melakukan pengamatan dan menyimpulkan. Manusia juga berkembang daya intuisi dan imajinasinya , bisa mengkhayalkan sesuatu yang belum pernah terjadi. Akalnya berkembang menjadi sarana berkembangnya ilmu dan teknologi, sedang kemampuan imajinasinya mengembangkan kreatifitas manusia dalam berkarya.
Allah yang memberikan kebebasan berkehendak / iradah kepada manusia (76:3). Ia bisa memillih jalan yang baik, bisa pula memilih jalan yang sesat. Sekedar ilmu, belum tentu bisa mengarahkan kepada kabaikan, yang bisa mengarahkan kepada kabaikan adalah kemauan dan kehendak yang kuat, yang itu tidak lain adalah adanya petunjuk dari Allah yaitu Al Qur'an dan Sunnah Rasul (Hadist) sebagai rujukan, pedoman agar manusia tidak salah dalam memilih dan melangkah karena sudah ada patokan yang jelas dalam tuntunan Allah tersebut. Bisa jadi orang sudah memiliki ilmu tentang balasan surga dan neraka, namun ia tidak bisa menjadi baik hanya karena ilmunya, tanpa dibarengi dengan kehendak yang kuat untuk menjadikan dirinya baik. Manusiapun memiliki tendensi moral tersendiri, yang membuatnya memiliki peluang untuk "dibentuk" menjadi baik ataupun buruk. Bahkan ia juga bisa berperan ganda sebagaimana orang munafiq-satu sisi ia kelihatan baik, namun ternyata ia adalah orang yang berbuat jahat.
Berbagai macam sifat dan sikap bisa dimiliki manusia sekaligus. Tampak betul dari segi ini manusia memang berbeda dengan binatang. Binatang sulit atau malah tidak bisa dibentuk dengan sifat dan karakter yang bermacam-macam padanya. Sebab ia tidak memiliki kelengkapan tendensi/kecenderungan yang memungkinkan untuk bisa bersifat "menjadi", seperti menjadi baik atau menjadi buruk.
Demikianlah antara lain keistimewaan manusia dibandingkan makhluq ciptaan Allah yang lain. Namun Al Qur'an juga menginformasikan dengan gaya metafora bahwa dengan segala kelebihannya itu masih ada manusia yang berperilaku seperti Binatang (7:179), seperti Kera dan Babi (5:60), dan seperti Anjing (7:176). Dalam ayat lain Allah menggambarkan sekelompok manusia yang berperilaku seperti keledai (62:5) atau seperti batu yang tidak dapat menerima aliran Hidayah Allah (2:74). Dengan demikian , keistimewaan manusia penuh dengan konsekwensi yang menyertai misi keberadaannya di muka bumi ini, yang jika ia keliru mengambil jalan hidup , bisa membawanya ke derajad yang lebih rendah ketimbang binatang sekalipun.

3. Misi Yang Diemban ManusiaTugas yang diemban manusia di muka bumi ini pada dasarnya ada dua, yakni tugas ibadah dan sebagai khalifah. Keduanya merupakan tugas yang besar, berbarengan dengan misi penciptaan manusia itu sendiri. Sungguh, kehadiran manusia di muka bumi ini tidak untuk main-main dan sendau gurau, tapi dengan satu kepastian arah serta tujuan (23:115 / 75:36). Tugas manusia memang tidaklah ringan , terbukti tak satupun makhluq berani mananggungnya (33:72).


a. Tugas Ibadah
Manusia diciptakan agar beribadah kepada Allah semata-mata (51:56). Ibadah adalah segala amal (perbuatan) manusia yang semata-mata diniatkan untuk Allah dan sesuai dengan aturan yang telah digariskan oleh-Nya. Sedangkan hakekat ibadah adalah ketaatan dan ketundukan yang mutlak kepada Allah SWT. Oleh karena itu, segala sesuatu yang diperbuat seseorang karena ketaatan dan ketundukannya kepada Allah adalah ibadah.
Adapun ibadah dalam pengertian khusus adalah pelaksanaan perintah Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana telah dicontohkan sendiri oleh Rasulullah SAW, seperti Shalat, Zakat, Haji, Puasa Ramadhan dsb. Ibadah dalam pengertian khusus ini tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi dari ketentuan dan contoh yang telah diberikan oleh Rasulullah SAW.
Manusia terikat mutlaq dengan Allah , sebab pada hakekatnya manusia hanyalah seorang hamba / budak, yang tidak lagi memiliki kemerdekaan. Segala sesuatu yang ia miliki pada dasarnya pemberian dan milik Allah, termasuk jasad dan ruhnya sekaligus. Dengan demikian wajarlah jika Allah menuntut kepada manusia untuk melakukan penyembahan atau peribadatan total kepada-Nya (2:21).
b. Tugas KhalifahAllah SWT berfirman : "Ingatlah ketika Rabb berfirman kepada para malaikat, Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi " (2:30).
Makna khalifah disini adalah menggantikan dan untuk memberikan penghormatan kepada yang mengggantikan , jadi bukan dalam pengertian menggantikan karena tidak adanya sesuatu. Dengan demikian , khalifah yang dimaksudkan adalah pengangkatan dari Allah untuk manusia di bumi ini sebagai suatu penghormatan kepada-Nya (35:39).
D
alam ayat lain Allah memberikan kepercayaan kepada manusia sebagai penguasa bumi / khulafa'ul ardhi (27:62). Yang dimaksud dengan penguasa bumi tersebut adalah khalifah yang dijanjikan dan dinantikan untuk ummat yang menerima seruan da'wah Nabi SAW (24:55).

Tugas yang diemban manusia berkaitan dengan kekhalifahan ini amat berat. Syarat utamanya adalah beriman dan beramal saleh. Mereka memimpin peradaban di bumi ini dengan jalan menegakkan syariat secara adil, kemudian memakmurkan bumi Allah berdasarkan syariat tersebut. Tentu saja manusia yang diangkat sebagai pemimpin (khalifah) tersebut bukan berfungsi sebagai penguasa mutlaq, dan harus berbuat berdasarkan perintah yang mengangkatnya, bukan atas kemauan sendiri.
Tugas kekhalifahan ini berhubungan erat dengan tugas yang pertama, yakni ibadah (penyembahan). Kekhalifahan dimaksudkan untuk tegaknya "ubudiyah" secara total.Oleh karenanya , tugas mengemban syariat Allah di muka bumi serta pemakmuran bumi senantiasa terkait dengan pengabdian Allah secara mutlaq. Dan kedua tugas tersebut kelak akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah atas pelaksanaan tugas-tugas tersebut.

4. Kebebasan dan Pertanggung-jawaban Manusia
Walaupun sudah dibebani tugas ibadah dan khalifah, tetapi manusia diberi kebebasan oleh Allah untuk melaksanakan ataupun tidak melaksanakan tugas tersebut. Allah sudah memberikan dua jalan, yakni jalan kebenaran dan jalan kebatilan (90:10) , terserah manusia mau memilih yang mana. Juga Allah sudah memberi petunjuk jalan yang benar, jalan yang lurus, terserah manusia mau mengikuti atau tidak (76:3) . Namun semua pilihan itu memiliki konsekwensi masing-masing. Apakah manusia memilih kebaikan atau ke arah yang buruk, semua akan dimintai pertanggungjawaban disisi Allah (17:36).

Dalam diri manusia senantiasa terjadi pergumulan antara tarikan ke arah kebaikan dan tarikan ke arah keburukan (35:32). Ada kelompok yang mampu memunculkan Al Mukhlikat (sifat dan karakter yang terpuji) dan memendam Al Munjiyat (sifat dan karakter tercela). Mereka lebih banyak kebaikannya disebabkan ia lebih mengikuti ajakan kebenaran (sabiqun bil khairat) . Mereka inilah yang menempatkan jiwa di atas hawa nafsu, lebih menuruti bisikan hati yang hanif. Inilah jiwa yang Allah juluki nafsul Muthma'innah (jiwa yang tenang) yang selalu berdzikir pada Rabbnya (89:27 / 13:28) .

Ada pula kelompok manusia yang selalu berada di antara dua kutub kebaikan dan keburukan, kadang menang tarikan kebaikan, kadang menang tarikan keburukan (muqtashidun) . Inilah jiwa yang selalu menyesali dirinya (nafsul lawwamah).

Ada manusia yang terkalahkan oleh hawa nafsunya sehingga banyak melakukan keburukan (dzalimun linafsihi). Mereka mambutatulikan panggilan fithrahnya dan selalu menuruti nafsu yang menyuruhnya berbuat kejahatan (nafsul amarah), sebagaimana firman Allah dalam Al Qur'an (12:53).

Dengan dua sisi yang berbeda secara diametral ini, manusia dituntut untuk benar dalam menentukan pilihan kehidupan di dunia ini, agar nanti di akhirat bisa mempertanggungjawabkan di sisi Allah. Manusia yang menang, yang berhasil mengemban misi yang diamanahkan kepadanya, dengan taufiq Allah, kelak akan mendapat balasan yang lebih baik di sisi Allah, yaitu kenikmatan Surga/Jannah (18:107-108) . Sedangkan manusia yang kalah, yang tersesar dan tak mau mengikuti jalan kebenaran yang ditentukan-Nya, harus menanggung konsekwensi yang berat yaitu mendapat siksa di neraka jahannam (18:104-106).


KESIMPULAN DAN PENUTUP

Manusia adalah makhluq ciptaan Allah yang terdiri dari ruh dan jasad, dan dimuliakan dengan tugas ibadah dan khalifah di muka bumi. Akibat amanah yang diembannya itu, logis jika manusia dilengkapi dengan sifat-sifat keistimewaan dan indera khusus yang tidak dimiliki oleh makhluq lain yang memungkinkan bisa melakukan amanah tersebut dengan baik dan sempurna. Dan untuk itu pula dia harus mempertanggungjawabkan di hadapan Allah atas segala apa yang telah dilakukan selama di dunia. Satu-persatu perbuatannya akan dihisab, bagaimana pelaksanaan misi ibadah dan kekhalifahan itu ditegakkan.

Bila ia memilih jalan kebaikan dan menegakkan nilai-nilai Allah di muka bumi maka balasannya adalah surga Allah dan bila ia lebih mementingkan hawa nafsu daripada hidayah maka dia harus mempertanggungjawabkannya yaitu mendapat siksa dan murka Allah di hari Akhirat kelak yakni di Neraka.

Dengan mengerti kondisi semacam ini kita manusia yang memiliki akal fikiran dan telah diturunkan kepada manusia yaitu Al Qur'an dan Hadist maka tidak ada pilihan lain bagi kita manusia kecuali menegakkan nilai-nilai kemanusiaan manusia sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Mudah-mudahan kita bisa termasuk dari hamba-hambanya yang bisa selamat di dunia dan Akhirat. Wallahu a'lam !

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Daftar Isi

About Me

Foto Saya
Andyas
hanya manusia biasa yang berusaha menjadi luar biasa
Lihat profil lengkapku